Manajemen Konflik
MANAJEMEN KONFLIK
Disusun Oleh :
Erniawati, S.Kep
4012190040
PROGRAM PROFESI NERS
STIKES BINA PUTERA BANJAR
TAHUN 2019
LAPORAN PENDAHULUAN
MANAJEMEN KONFLIK
A. Pengertian Konflik
Konflik adalah perselisihan atau perjuangan
yang timbul ketika keseimbangan dari perasaan, hasrat, pikiran, dan perilaku
seseorang terancam. Perjuangan ini dapat terjadi di dalam individu atau di
dalam kelompok. Pemimpin dapat menggerakkan konflik ke hasil yang destruktif
atau konstruktif.
Deutsch (2010) dalam lamonica (2010),
mendefinisikan konflik sebagai suatu perselisihan atau perjuangan yang timbul
akibat terjadinya ancaman keseimbangan antara perasaan, pikiran, hasrat dan
perilaku seseorang. Douglass & bevis (2012) mengartikan konflik sebagai
suatu bentuk perjuangan diantara kekuatan interdependen. Perjuangan tersebut
dapat terjadi baik di dalam individu (interpersonal conflict) ataupun di
dalam kelompok (intragroup conflict).
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
konflik terjadi akibat adanya pertentangan pada situasi keseimbangan yang
terjadi pada diri individu taupun pada tatanan yang lebih luas, seperti
antar-individu, antar-kelompok, atau bahkan antar-masyarakat. Konflik dianggap
sebagai suatu bentuk perjuangan maka dalam penyelesaian konflik seharusnya
diperlukan usaha-usaha yang bersifat konstruktif untuk menghasilkan pertumbuhan
positif individu atau kelompok, mpeningkatan kesadaran, pemahaman diri dan
orang lain, dan perasaan positif kearah hasil interaksi atau hubungan dengan
orang lain.
B. Tipe konflik
Konflik timbul didalam
diantara dan antara orang- orang adanya perbedaan adanya pada
kenyataan definisi, pandangan, otoritas, tujuan, nilai, dan kendali konflik
dalam organisasi secra strukturan dapat dikategorikan sebagai konflik vertika
atau horizontal. Konflik vertical meliputi perbedaan antara pemimpin dan anak
buah. Hal inin sering diakibatkan oleh komunikasi dan kurang penyebaran
persepsi dan perilaku yang tepat untuk peran diri sendiri atau orang lain.
Konflik horizontal adalh garis konflik antara staff dan ada hubungan
dengan praktik keahlian otoritas, dan sebagainya. Sering berupa perselisihan
antar departemen:
1. Konflik di dalam pengirim
Pengirim sama pesan saling berlawaan. Contoh
pemimpin yang sama menutut pelayanan yang tinggi, menolak memecat anggota staff
tidak kompeten dan menolak pengontrak staff tambahan
2. Antar pengirim
Pesan – pesan yang berlawan dari dua atau
lebih pengirim. Contoh pimpinan tertinggi dari keperawatan menekankan kebutuhan
untuk memakai keperawatan menekankan kebutuhan untuk memakai keperawatan primer
sebagai model pelayanan keperawatan; anak buah yakin bahwa mereka dapat
mencapai layanan keperawatan yang individual dan bermutu dengan menggunakan
metode keperawatan tim
3. Antar pesan
Orang yang sama ternasuk didalam kelompok-
kelompok yang berkonflik. Contoh Direktur keperawatan adalah seorang anggota
kelompok konsumen masyarakat yang sedang berusaha untuk mengkonsilidasi
pelatyanan obsteri dan pediatric didaerahnya, dengan menempatkan semau ahli
pediatric terbagi diantara dua rumah sakit lainya. Perawat yang sama juga
merupakan pegawai di salah satu rumah sakit yang ingin tetap mempertahankan
kedua pelayanan tersebut dirumah sakitnya.
4. Peran pribadi
Orang yang sama nilai- nilainya berlawanan
(ketidak sesuaian kognitif). Contoh perawat percaya bahwa pasien di klinik
harus menerima perhatian individual dari seseorang perawat yang mengikuti
perkembangannya pada setiap kunjungan. Syarat – syarat dari kedudukannya dan
system pelayanan yang ada membuat tujuan ini jarang bisa tercapai, jika tidak
boleh dibilang bahwa tidak mungkin tercapai.
5. Antar pribadi
Dua atau lebih orang bertindak sebagai pendukung
kelompok- kelompok yang berbeda. Contoh direktur keperawatan bersaing dengan
direktur lain untuk sebuah posisi baru.
6. Didalam kelompok
Nilai- nilai baru dari luar dimasukkan pada
kelompok yang ada. Contoh pendidikan yang berkelajutan diwajibkan oleh
pemerintah untuk setiap perpanjangan ijin kn keperawatan. Lembaga pelayanan
kesehatan desa tidak mempunyai dana untuk pengirim perawat untuk mengikuti
program pendidikan berkelanjutan, dan staff perawat, yang dibayar
murah tetapi puas, tidak dapat membianyayi sendiri pendidikan lanjutan mereka.
7. Antar kelompok
Dua atau lebih kelompok dengan tujuan yang
berlawanan. Contoh departemen keperawatan menuntut bahwa para perawata diruang
operasi dan pemulihan secara organisional berada dibawah keperwatan. Departemen
bedah, yang terdiri dari dari para dokter, menyakini bahwa mereka harus
mengendalikan perawat- perawat di area ini.
8. Peran mendua
Seseorang tidak menyadari harapan olrang lain
terhadap sebuah peran tertentunya. Contoh seorang pengawas perawat
yang baru tidak mempunyai gambaran tentang posisinya dan tidak mempunyai
pengalaman sebelumnnya sebagai pengawas.
9. Beban peran yang terlalu
Seseorang tidak dapat memenuhi harapan orang
lain untuk perannya. Contoh seorang sarjana muda baru diharapkan oleh direktur
keperawatan untuk bertanggung jawab terhadap 40 tempat tidur di unit penyakit
kronis dan akut pada dinas malam.
C. Penyebab Konflik
Banyak faktor yang bertanggungjawab terhadap
terjadinya konflik terutama dalam suatu organisasi. Faktor-faktor tersebut
dapat berupa perilaku yang menentang, stres, kondisi ruangan, kewenangan
dokter-perawat, keyakinan, eksklusifisme, kekaburan tugas, kekurangan sumber
daya, proses perubahan, imbalan, dan masalah komunikasi.
1. Perilaku menentang, sebagai bentuk dari
ancaman terhadap suatu dialog rasional, dapat menimbulkan gangguan protocol
penerimaan untuk interaksi dengan orang lain. Perilaku ini dapat berupa verbal
dan non verbal. Terdapat tiga macam perilaku menentang, yaitu :
a. Competitive bomber, yang dicirikan dengan perilaku mudah
menolak, menggerutu dan menggumam, mudah untuk tidak masuk kerja, dan merusak
secara agresif yang di sengaja.
b. Martyred accommodation, yang ditunjukkan dengan penggunaan
kepatuhan semu atau palsu dan kemampuan bekerja sama dengan orang lain, namun
sambil melakukan ejekan dan hinaan.
c. Avoider, yang ditunjukkan dengan penghindaran kesepakatan yang
telah dibuat dan menolak untuk berpartisipasi.
2. Stres, juga dapat mengkobatkan terjadinya
konflik dalam suatu organisasi. Stres yang timbul ini dapat disebabkan oleh
banyaknya stressor yang muncul dalam lingkungan kerja seseorang. Contoh
stressor antara lain terlalu banyak atau terlalu sedikit beban yang menjadi
tanggung jawab seseorang jika dibandingkan dengan orang lain yang ada dalam
organisasi, misalnya di bangsal keperawatan.
3. Kondisi ruangan yang terlalu sempit atau tidak
kondusif untuk melakukan kegiatan-kegiatan rutin dapat memicu terjadinya
konflik. Hal yang memperburuk keadaan dalam ruangan dapat berupa hubungan yang
monoton atau konstan diantara individu yang terlibat didalamnya, terlalu
banyaknya pengunjung pasien dalam suatu ruangan atau bangsal, dan bahkan dapat
berupa aktivitas profesi selain keperawatan, seperti dokter juga mampu
memperparah kondisi ruangan yang mengakibatkan terjadinya konflik.
4. Kewenangan dokter-perawat yang berlebihan dan
tidak saling mengindahkan usulan-usulan diantara mereka, juga dapat
mengakibatkan munculnya konflik. Dokter yang tidak mau menerima umpan balik
dari perawat, atau perawat yang merasa tidak acuh dengan saran-saan dari dokter
untuk kesembuhan klien yang dirawatnya, dapat memperkeruh suasana. Kondisi ini
akan semakin “runyam” jika diantara pihak yang terlibat dalam pengelolaan klien
merasa direndahkan harga dirinya akibat sesuatu hal. Misalnya kata-kata ketus
dokter terhadap perawat atau nada tinggi dari perawat sebagai bentuk ketidak
puasan tehadap penanganan yang dilakukan profesi lain.
5. Perbedaaan nilai atau keyakinan antara satu
orang dengan orang lain. Perawat begitu percaya dengan persepsinya tentang
pendapat kliennya sehingga menjadi tidak yakin dengan pendapat yang diusulkan
oleh profesi atau tim kesehatan lain. Keadaan ini akan semakin menjadi kompleks
jika perbedaan keyakinan, nilai dan persepsi telah melibatkan pihak diluar tim
kesehatan yaitu keluarga pasien. Jika ini telah terjadi, konflik yang muncul
pun semakin tidak sederhana karena telah mengikutsertakan banyak variable di
dalamnya.
6. Eksklusifisme, adanya pemikiran bahwa kelompok tertentu
memiliki kemampuan yang lebih dibandingkan dengan kelompok lain. Hal ini tidak
jarang mengakibatkan terjadinya konflik antar-kelompok dalam suatu tatanan
organisasi. Hal ini bisa terjadi manakala sebuah kelompok didalam tatanan
organisasi (seperti bangsal keperawatan) diberikan tanggung jawab oleh manager
untuk suatu tugas tertentu atau area pelayanan tertentu, lantas memisahkan diri
dari sistem atau kelompok lain yang ada dibangsal tersebut karena merasa bahwa
kelompoknya lebih mampu dibandingakan dengan kelompo lain.
7. Peran ganda yang disandang seseorang (perawat)
dalam bangsal keperawatan seringkali mengakibatkan konflik seorang perawatan
yang berperan lebih dari satu peran pada waktu yang hamper bersamaan, masih
merupakan fenomena yang jamak ditemukan dalam tatanan pelayanan kesehatan baik
di rumah sakit maupun di komunitas. Contoh peran ganda, antara lain satu sisi
perawat sebagai pemberi pelayanan keperawatan kepada klien, namun pada saat
yang bersamaan yang harus juga berperan sebagai pembimbing mahasiswa atau
bahkan sebagai manager dibangsal yang bersangkutan. Dalam kondisi ini sering
terjadi kebingunan untuk menentukan mana yang harus dikerjaka terlebih dahulu
oleh perawat tersebut dan kegiatan mana yang dapat dilakukan kemudian.
Akibatnya, sering terjadi kegagalan melakukan tanggung jawab dan tanggung gugat
untuk suatu tugas pada individu atay kelompok.
8. Kekurangan sumber daya insani, dalam tatanan
organisasi dapat dianggap sumber absolute terjadinya konflik. Sedikinya sumber
daya insani atau manusia, sering memicu terjadinya persaingan yang tidak sehat
dalam suatu tatanan organisasi. Contoh konflik yang dapat terjadi, yaitu
persaingan untuk memperoleh uang melalui pemikiran bahwa segala sesuatu pasti
di hubungkan dengan uang, persaingan memperebutkan menangani klien, dan tidak
jarang juga terjadi persaingan dalam memperebutkan jabatan atau kedudukan.
9. Perubahan dianggap sebagai proses ilmiah.
Tetapi kadang perubahan justru akan mengakibatkan munculnya berbagai macam
konflik. Perubahan yang dilakukan terlalu tergesa-gesa atau cepat, atau
perubahan yang dilakukan terlalu lambat, dapat memunculkan konflik. Individu
yang tidak siap dengan perubahan, memandang perubahan sebagai suatu ancaman.
Begitu juga individu yang selalu menginginkan perubaan akan menjadi tidak
nyaman bila tidak terjadi perubahan, atau perubahan dilakukan terlalu dalam
tatanan organisasinya.
10. Imbalan, beberapa ahli berpendapat bahwa imbalan kadang tidak
cukup berpengaruh dengan motovasi seseorang. Namun, jika imbalan dikaitkan
dengan pembagian yang tidak merata anatar satu orang dan orang lain sering
menyebabkan munculnya konflik. Terlebih lagi bila individu yang bersangkutan
tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan untuk menentukan besar-kecilnya
imbalan atau sering disebut dengan sistem imbalan. Pemberian imbalan yang tidak
didasarkan atas pertimbangan professional sering menimbulkan masalah yang pada
gilirannya dapat memunculkan suatu konflik.
11. Komunikasi dapat memunculkan suatu konflik jika penyampaian
informasi yang tidak seimbang, hanya orang-orang tertentu yang diajak biacar
oleh manager, penggunaan bahasa yang tidak efektif, dan juga penggunaan media
yang tidak tepat sering kali berujung dengan terjadinya konflik ditatanan
organisasi yang bersangkutan.
D. Proses Konflik
La Monica (2010) mengutip pendapatnya Filley
(2011) membagi proses konflik dalam enam tahapan, yaitu kondisi yang
mendahului, konflik yang dipersepsi, konflik yang dirasakan, perilaku yang
dinyatakan, penyelesaian atau penekanan konflik, dan penyelesaian akibat
konflik.
Kondisi yang mendahului merupakan penyebab
terjadinya konflik seperti yang sudah didiskusikan sebelumnya. Setelah terjadi
suatu konflik, konflik yang ada dipersepsi atau berusaha diketahui. Kondisi
yang ada diantara pihak yang terlibat atau di dalam diri dapat menyebabkan
terjadinya konflik. Konflik yang dipersepsi ini pada umumnya bersifat logis,
tidak personal, dan sangat objektif. Di sisi lain konflik akan dirasakan secara
subjektif karena individu merasa ada konflik relasi. Perasaan semacam ini
sering diasumsikan sebagai suatu yang dapat mengancam integritas diri,
memunculkan permusuhan, perasaan takut dan bahkan timbulnya perasaan tidak
berdaya.
Akibat dari kondisi-kondisi tersebut, beberapa
individu kemudian melakukan bentuk perilaku nyata seperti perilaku agresif,
pasif, aseptif, persaingan, debat, atau ada beberapa individu yang mencoba
memecahkan masalah atau konflik. Langkah selanjutnya yang dilakukan terhadap
terjadinya konflik adalah perilaku untuk menyelesaikan atau menekan konflik
tersebut. Perilaku tersebut dapat berupa perjnjian siantara yang terlibat atau
kadang melalui tindakan “penaklukan” pada pihak yang terlibat.
Oleh karena itu, upaya untuk menyelesaikan
sisa atau akibat konflik tersebut sudah selayaknya dilakukan oleh pihak yang
terlibat. Jika hal itu tidak dilakukan, dapat memunculkan konflik baru pada
tempat dan waktu yang berbeda.
E. Strategi dan Ketrampilan Manajemen Konflik
Beberapa strategi dapat dipakai untuk
menyelesaikanterjadinya konflik. Strategi-strategi tersebut adalah menghindar,
akomodasi, kompetisi, kompromi, dan kerjasama.
Pendekatan strategi konflik dengan cara
menghindar memungkinkan kedua kelompok atau pihak yang terlibat konflik menjadi
dingin dan berusaha mengumpulkan informasi. Teknik menghindar dapat digunakan
apabila isu tidak gawat atau bila kerusakan yang potensial tidak akan terjadi
dan lebih banyak menguntungkan. Selanjutnya baru diatur kembali untuk pertemuan
penyelesaian konflik. Dengan demikian, pihak yang terlibat konflik diberi
kesempatan untuk merenungkan dan memikirkan alternative penyelesaiannya.
Strategi akomodasi digunakan untuk memfasilitasi dan memberikan wadah untuk
menampung keinginan pihak yang terlibat konflik. Dengan cara ini dimungkinkan
terjadi peningkatan kerjasama dan pengumpulan data-data yang akurat dan
signifikan untuk pengambilan suatu kesepakatan. Cara kompetisi dapat dilakukan
seorang manajer dengan cara menunjukkan kekuasaan yang terkait dengan posisinya
untuk menyelesaikan konflik, terutama yang terkait dengan tugas dan
tanggungjawab stafnya. Strategi yang biasa digunakan adalah melalui peningkatan
motivasi antar staf guna menimbulkan rasa persaingan yang sehat.
Strategi kompromi dilakukan dengan mengambil
jalan tengah diantara pihak-pihak yang terlibat konflik. Hal ini biasanya
bersifat sementara sehingga bila situasinya sudah stabil, perlu dikumpulkan
pihak yang terlibat konflik untuk selanjutnya dapat dilakukan penyelesaian masalah
secara tuntas. Cara lain yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan konflik adalah
dengan cara kerjasama. Cara ini dilakukan dengan melibatkan pihak yang terlibat
konflik untuk melakukan kerjasama dalam rangka menyelesaikan konflik. Cara ini
biasanya menimbulkan perasaan puas di kedua belah pihak yang terlibat konflik
Bentuk ketrampilan yang dapat dimanfaatkan
untuk mengelola konflik pada umumnya berupa kegiatan pencegahan. Ketrampilan
tersebut berkisar pada kegiatan berikut.
1. Membuat aturan atau pedoman yang jelas dan
harus diketahui oleh semua pihak.
2. Menciptakan suasana yang mendukung dengan
banyak pilihan. Hal ini akan membuat orang menjadi senang dalam memberikan
usulan, member kekuatan bagi mereka meningkatkan pemikiran kreatif, memungkinkan
pemecahan masalah yang lebih baik.
3. Mengungkapkan bahwa mereka dihargai. Pujian
dan penegasan tentang nilai-nilai adalah penting untuk setiap orang dalam
bekerja.
4. Menekankan pemecahan masalah secara damai, dan
membangun suatu jembatan pengertian.
5. Menghadapi konflik dengan tenang dan
memberikan pendidikan tentang perilaku.
6. Memainkan peran yang tidak menimbulkan stress
dan konflik.
7. Mempertimbangkan waktu dengan baik untuk
semuanya, dan jangan menunda waktu yang tidak menentu.
8. Memfokuskan pada masalah dan bukan pada
kepribadian.
9. Mempertahankan komunikasi dua arah.
10. Menekankan pada kesamaan kepentingan.
11. Menghindari penolakan berlebihan.
12. Mengetahui hambatan untuk kerjasama.
13. Membedakan perilaku yang menentang dengan perilaku normal dalam
kesalahan kerja.
14. Menguatkan dalam menghadapi orang yang marah.
15. Menetapkan siapa yang memiliki masalah.
16. Menetapkan kebutuhan yang terlalaikan.
17. Membangun kepercayaan dengan mendengarkan dan mengklarifikasi.
18. Merundingkan kembali prosedur pemecahan masalah.
F. Penyelesaian Konflik
Konflik yang terjadi dalam suatu tatanan
organisasi misalnya bangsal keperawatan harus dikenali sifat, jenis, penyebab,
lamanya, dan kepelikan konflik dalam rangka untuk menyelesaikannya. Seorang
manajer atau kepala ruangan harus segera mengambil inisiatif untuk
memfasilitasi penyelesain konflik yang positif. Manajer dapat saja
“mengabaikan” konflik yang terjadi atau harus ikut campur tangan dalam
penyelesaiannya.
Jika persoalan yang mendasari konflik sangat
kecil, dalam arti hanya melibatkan dua orang (perawat, perawat dengan profesi
lain) dan tidak mempengaruhi proses pemberian asuhan keperawatan secara
bermakna, seorang manajer tidak harus ikut campur untuk mnyelesaikan konflik.
Meskipun demikian, manajer dapat member izin agar pihak yang terlibat membuat
perjanjian mengenai persoalan yang sedang dihadapi dan cara apa yang sekiranya
dapat dilakukan untuk menyelesaikan konflik. Sebaliknya, bila konflik yang
terjadi sangat mempengaruhi pemberian asuhan keperawatan pada klien, seorang
manajer dapat mengambil inisiatif untuk ikut seta aktif menyelesaikan konflik
yang sedang terjadi denga pertimbangan untuk mencegah terjadinya hal-hal yang
tidak diinginkan yang dapat menimpa klien.
Beberapa strategi dapat dilakukan untuk
menyelesaikan konflik, seperti penggunaan disiplin, pertimbangan tahap
kehidupan, komunikasi, lingkaran kualitas dan latihan keasertifan.
1. Penggunaan disiplin
Dalam menggunakan displin untuk mengelola atau
mencegah terjadinya konflik, seorang manajer perawat harus mengetahui dan
memahami peraturan dan ketepatan organisasi yang berlaku. Berbagai aturan dapat
digunakan untuk mengelola konflik, antara lain penggunaan disiplin yang
progresif, pemberian hukuman yang sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan
anggota, penawaran bantuan untuk menyelesaikan masalah pekerjaan, penentuan
pendekatan terbaik utnuk setiap personil, pendekatan individual, tegas dalam
keputusan, penciptaan rasa hormat dan rasa percaya diri diantara anggota utnuk
mengatasi masalah kedisiplinan.
2. Pertimbangan tahap kehidupan
Konflik juga dapat diselesaikan melalui
pemberian dukungna pada anggota untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
dalam tahap perkembangan kehidupannya. Ada tiga tahap perkembangan yaitu tahap
dewasa muda, setengah baya, dan setelah umur 55 tahun. Masing-masing tahap
perkembangan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Misalnya, tahap
dewasa muda dicirikan dengan kegiatan mengejar atau rasa “haus” akan
pengetahuan, keterampilan, dan selalu ingin bergerak kearah kemajuan dan tahap
setengah baya dicirikan dengan perilaku atau keinginan untuk membantu perawat
mudah dalam mengembangkan karirnya, serta tahap diatas umur 55 tahun dicirikan
dengan perilaku pengintegrasian ide ego dengan tujuan yang diinginkan. Atas
dasar ciri tersebut maka seorang manajer harus mampu mengidentifikasi
karakteristik pada masing-masing tahap perkembangan sebagai dasar untuk
menyelesaikan konflik.
3. Komunikasi
Komunikasi yang merupakan bagian mendasar
manusia dapat dimanfaatkan dalam penyelesaian konflik.
Komunikasi merupakan suatu seni yang penting digunakan untuk
memelihara suatu lingkungan kondusif-terapeutik. Dalam situasi ini, seorang
manajer dapat melakukan beberapa tindakan untuk mencegah terjadinya konflik
melalui pengajaran pada staf keperawatan tentang komunikasi efektif dan peran
yang harus dilakukan, pemberian informasi yang jelas pada setiap personel
secara utuh, pertimbangan matang tentang semua aspek situasi emosi, dan
pengembangan keterampilan dasar yang menyangkut orientasai realitas, ketengan
emosi, harapan-harapan positif yan gdapat membangkitkan respons positif, cara
mendengar aktif, dan kegiatan dan menerima informasi.
4. Lingkaran kualitas
Cara lain yan gdapat digunakan untuk mencegah
terjadinya konflik adalah lingkaran kualitas. Cara ini telah digunakan untuk
mengurangi terjadinya sters melalui kegiatan manajemen personel. Lingkaran
kualitas ini dapat digunakan melalui kegiatan manajemen partisipasi,
keanggotaan dalam panitia, program pengembangan kepemimpinan, latihan-latihan
kelas, penjenjangan karier, perluasan kerja, dan rotasi kerja.
5. Latihan keasertifan
Seorang manajer dapat juga melatih stafnya
dalam hal keasertifan untuk mencegah atau mengelola konflik. Sifat asertif
dapat juga diajarkan melalui progam pengembangan staf. Pada program ini perawat
diajarkan cara belajar melalui respon yang baik. Manajer dapat belajar
mengendalikan personel supaya mampu memegang aturan. Bila mereka tidak puas,
mereka mencoba melakukan sesuatu untuk mencapai kepuasan itu. Pada umunya
perilaku asertif dapat dipelajari melalui studi kasus, bermain peran, dan
diskusi kelompok.
G. Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan
Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan
merupakan gabungan antara logika dan daya, dan jika tepat, akan menciptakan
jalan keluar yang memuaskan. Sekalipun tidak mudah untuk mengambil keputusan
dalam berbagai kondisi yang dihadapi, tetapi keputusan tetap harus diambil dalam
setip kegiatan yang dilakukan organisasi. Karena setiap keputusan memiliki
dampak pada waktu yang akan datang, oleh karena itu keputusan yang dapat
diambil harus dapat diterima secara rasional karena keputusan yang diambil
harus berdasarkan informasi yang akurat, tepat, dan lengkap. Berdasarkan hal
tersebut perlu dibuat langkah-langkah pengambilan keputusan yang
mempertimbangkan ketepatan, keakuratan, dan kelengkapan informasi pendukung
tersebut.
Tahap pertama, pengkajian situasi. Tahap ini
terdiri dari tiga proses yang dilakukan, yaitu identifikasi masalah, diagnosis
penyebab dari masalah, dan identifikasi tujuan dari penyelesaian masalah
melalui keputusan yang akan diambil. Pada proses identifikasi masalah,
pengambilan keputusan perlu membedakan apa yang benar-benar masalah dan gejala
dan apa yang menjadi sebab akibat dari gejala dan masalah tersebut. Pada proses
diagnosis penyebab masalah, pengambil keputusan menentukan secara pasti apa
yang menjadi sebab dan apa yang menjadi akibat. Proses terakhir dari tahap
investigasi situasi adalah identifikasi tujuan dari keputusan yang akan
diambil. Pada proses ini, pengambil keputusan perlu menentukan tujuan dari
keputusan yang akan diambil.
Tahap kedua, perumusan alternative solusi.
Pada tahap ini, pengambil keputusan mencoba membangun beberapa alternative
solusi untuk diputuskan guna diambil sebagai langkah solusi. Tahap ini akan
sangat tidak efektif jika masukan berupa ide-ide kreatif dihasilkan melalui
keterlibatan seluruh lapis pekerja yang terkait dengan masalah yang dihadapi.
Salah satu metode yang digunakan metode brain storming/curah ide, yang seluruh
pihak dilibatkan dalam penentuan alternative secara kreatif dan bebas dalam
menawarkan berbagai langkah solusi yang terkait dengan masalah. Agar tahapan ini
berjalan efektif dan efisien, maka perlu dipimpin oleh seorang yang mampu
mengendalikan proses pertemuan secara efektif dan efisien. Pada tahap ini
evaluasi belum dilakukan, artinya berbagai alternative yang barangkali secara
financial misalnya tidak memungkinkan, untuk sementara ditampung dulu, karena
pada tahap ini seluruh ide ditampung tamping tanpa harus mengevaluasinya
terlebih dahulu.
Tahap ketiga, pengujian alternative. Pada
tahap ini, pengambil keputusan melakukan evaluasi dan penilaian terhadap berbagai
alternative yang muncul untuk kemudian diambil satu atau lebih alternative yang
dianggap terbaik. Untuk dapat menentukan alternative solusi yang terbaik, maka
pendekatan bagan alur (flow chart) dapat dipergunakan untuk mendapatkan
alternative-alternatif yang memungkinkan.
Tahap keempat, pelaksanaan dan evaluasi
alternative. Jika keputusan sudah diambil, maka langkah berikutnya adalah
mengimplementasikan alternative yang telah diputuskan untuk dijalankan. Sebelum
dijalankan maka tentunya perlu direncanakan akan seperti apa dan bagaimana
alternative tersebut dijalankan. Proses ini dilakukan pada proses perencanaan
implementasi. Pada tahap ini ditentukan siapa, apa saja, dan bagaimana
alternative tersebut akan dijalankan. Setelah direncanakan, implementasi
dilakukan sehingga proses berikutnya adalah implementasi dari rencana
alternative yang akan dijalankan. Pada proses ini, apa yang telah direncanakan
dari alternative yang akan dijalankan kemudian diimplementasikan. Untuk
memastikan langkah implementasi tersebut berjalan dengan baik dan mencapai
tujuan yang telah dirumuskan, maka perlu dilakukan proses pengawasan terhadap
implementasi alternative. Proses ini dilakukan untuk memastikan bahwa apa yang
telah dijalankan sesuai dengan apa yang telah direncanakan dan mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.
Rintangan terhadap pengambilan keputusan yang
efektif tidak memutuskan, menghindari keputusan terperangkap aspek-aspek
risiko, ketakutan, dan kekhawatiran yang tidak diinginkan. Pegang teguh,
menolak menghadapi isu, pada akhirnya akan menemukan gangguan, reaksi
berlebihan, membiarkan satu situasi diluar control, membiarkan emosi yang
mengontrol, “vacillating”, menghilangkan keputusan.
H. Hasil Konflik
Konflik mengakibatkan hasil yang
dapat produktif untuk pertumbuhan individu atau organisasi.
Sebalikanya,konflik dapat sangat destruktif( Kramer, Schmalenberg, 1978;lLewis
1976, Myrtle, Glogow, 1978; Nielsen, 1977) Deutsh( 1969, 1973) menegenali empat
factor utama yang menentukan hasil konflik: isu, kekuasaan, kemampuan
menanggapai kebutuhan, dan komunikasi bahasan berikut ini diberikan oleh Kramer
dan Schmalenberg (1978).
1. Isu
Pada konflik yang destruktif, isu di besarkan,
dirumuskan secara luas dengan tambahan secara rinci , dan bermuatan emosi. Pada
konflik yang konstuktif, isu difokuskan dan dipertahankan dalam ukuran yang
dapat ditangani. Hanya isu perifer yang berhubungan hal pokok yang
dididkusikan, dan proses pilihannya adalah aksi (tindakan) bukan reaksi.
2. Kekuasaan
Pada kekuasaan destruktif, situasi
dipertahankan atau diubah melalui ancaman dan paksaan. Suasananya adalah
persaingan dengan hasil menang dan kalah. Kekuasaan konstruktif meliputi
penemuan jalan keluar yang dapat diterima yang mungkin berupa kompromi atau
sebuah jalan keluar yang dapat diterima yang mungkin diterima yang mungkin
berupa kompromi atau sebuah jalan keluar yang baru; kebutuhan dan pandangan
pribadi tidak dipaksakan pada orang lain
3. Kemampuan Menanggapi Kebutuhan
Pada konflik destruktif, hanya kebutuhan
sendiri saja yang dipertimbangkan. Dengan berjalanya waktu seseorang menjadi
semakian yakin bahwa keyakinananya dan perilakunya adalah benar.
Penyelesaaian konflik yang konstruktif ditandai secara khas oleh penyelesaian
yang menanggapi kebutuhan semua pihak yang terlibat.
4. Komunikasi
Saling tidak percaya, persepsi yang salah, dan
peningkatan muatan emosi tertentu saja membentuk konflik yang destruktif.
Penyelesaian yang konstruktif meliputi dialog terbuka dan jujur, slaing berbagi
kekawatiran, dan mendengarkan dengan hasrat untuk memahami orang lain. Tujuanya
adalah memebuka masalah sehingga dapat dihadapi secara efektif.
Konflik dapat bermanfaat bagi organisasi, bila
pemimpin mempunyai kemahiran dalam memfasilitasi penyelesain konflik yang
konstruktif. Jika perbedaan pendapat tentang sesuatu isu disuarakan dan jika
masalah dibuka, hali ini menunjukan bahwa orang- orang terlibat dan peduli.
Lawan dari cinta bukanlah benci, tetapi ketidakpedulian. Pada cinta dan benci
terdapat enerji mereka yang dicintai seseorang akan memepunyai kekuasaan untuk
menibulkan kebencian. Ketidakpedulian bersifat kosong. Enerji ditimbulkan
melalui penyelesaian konflik yang efektif dapat diguanakan secara positif
kearah pencapain tujuan. Nielsen (1977) mengatakan bahwa konflik adalah akar
perubahan pribadi dan social’( hlm153). Konflik merangsang penyelesaian masalah
dan hasil penyelesaian yang kreatif, konflik dapat dinikmati, danmemungkinkan
perkembangan identitas pribadi.
DAFTAR PUSTAKA
Hani Handoko. Manajemen
Personalia dan Sumber Daya manusia. Yogyakarta : BPFE. 2012.
Robbins, Stephen P.,
Timothy A. Judge. 2010. Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat
Monica. 2012. Kepemimpinan
dan Manajemen Keperawatan. Jakarta: EGC.
Satrianegara M
fais, & siti saleha.2009.”Buku Aajar Organisasi Dan Manajemen Pelayanan Kesehatan Serta Kebidanan”. Jakarta.salemba
medika.
Simamora, R.
2012. Buku Ajar Manajemen Keperawatan. Jakarta: EGC.
Soetopo, Hendyat. 2010.
Perilaku Organisasi Teori dan Praktik di Bidang Pendidikan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Supriyatno.
2010. Manajemen Bangsal Keperawatan. Jakarta: EGC.
Swanburg,Russel
C.2010.”Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan”.Jakarta:EGC
Wahyudi. Manajemen
Konflik Dalam Organisasi, Edisi Kedua. Bandung : Alfabeta. 2010.
Komentar
Posting Komentar